milenialnews.web.id merupakan portal yang dihadirkan untuk melengkapi kebutuhan informasimasyarakat

Search This Blog

Perempuan Telanjang Jatuh Karena Asyik Bercinta

Perempuan Telanjang Jatuh Karena Asyik Bercinta

TRIBUJAMBI.COM - Seorang perempuan asal Inggris terjatuh dari balkon dalam kondisi telanjang di sebuah hotel di wilayah Adeje, Spanyol, saat keasyikan bercinta dengan suami. Demikian dilansir Daily Mail, Rabu (23/11/2011).

Perempuan itu dalam kondisi telanjang dengan kepala berada dalam posisi bawah dan tersangkut di tangga hotel. Perempuan berusia 49 yang hanya diketahui dengan inisial AMAM jatuh dan diselamatkan dari lantai dasar karena kaki kanannya tersangkut di tangga.

Ia mengalami luka di bagian kepala dan petugas pemadam kebakaran terkejut melihat kondisi perempuan itu. Ia mengalami retak pergelangan kaki dan dibawa ke RS. "Ia beruntung karena kakinya terhalang dan tidak jatuh bebas ke lantai dasar. Namun, nasib buruknya pergelangan kakinya patah, telanjang, dan tak bisa membebaskan dirinya dari tangga itu," demikian disampaikan juru bicara kepolisian setempat.

 sumber:tribunjambi

Petani Karet di Jambi Terjerat Tengkulak

Seorang petani menyadap karet. TRIBUNJAMBI/SUANG

MUARA BULIAN, TRIBUN - Akibat rumitnya tata niaga karet, petani karet di Batanghari akhirnya memilih menjual getah karetnya ke tengkulak. Selain lebih mudah, tengkulak juga bersedia membayar sebelum getah dikirimkan. Sehingga tidak perlu proses lelang, yang mengharuskan ada barang, ada uang.

Belum lagi, ongkos angkut ke tempat pelelangan tidak sedikit. Kondisi ini membuat petani karet kecil memilih ke tengkulak. Begitu juga kalau menjual ke pabrik, petani disyaratkan memiliki delivery order (DO). Sehingga hanya petani karet klasifikasi besar yang bisa memenuhi persyaratannya.

"Diduga kondisi itulah yang membuat kalangan petani lebih memilih ke tengkulak, tak peduli mereka membeli karetnya dengan model ijon. Imbasnya, petani karet dengan lahan satu hingga tiga hektare akhirnya menjadi bulan-bulanan tauke. Merek bisa mendiktekan harga dengan memberikan sejumlah kemudahan.

"Ironisnya, tidak sedikit petani justru mengaku terbantu dengan kondisi ketergantungan itu. Ipul semisal, petani karet di Kecamatan Muara Bulian, dia mengaku lebih memilih menjual ke tauke atau tengkulak karena bisa menjual getah kapan saja, dan bayarannya saat itu juga.

"Harganya lumaya bagus. Sekarang kami jual getah Rp 14.500 per kilo. Kalau jual sepikul (100 kilogram), duitnya sudah lebih dari satu juta," katanya, Sabtu pekan lalu.

Bapak empat anak ini menambahkan, selama ini tengkulak tempatnya menjual karet juga selalu memberikan kemudahan, termasuk mendapatkan apa yang diinginkan. "Kalau mau pinjam uang pasti dikasih. Pembayarannya dilakukan dengan cara dipotong setiap kali menimbang getah," ungkapnya.

Asnawi, Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Disbun menyebut, sebagian besar petani tergantung ke tauke penjualannya, bahkan kemungkinan mencapai 80 persen.

"Petani enggan menjual ke Pasar Lelang di Panerokan, Kecamatan Bajubang, karena pertimbangan biaya angkut. Ke pabrik, bagi petani kecil kendalanya tidak punya DO.

"Kalau bawa ke pasar lelang biayanya cukup besar. Selain itu, sebagian besar petani kita sudah terikat dengan tengkulak. Petani terjerat utang kepada taukenya," ungkapnya. (suang)

Sumber: disini

Ikhlaskah Rakyat Memberin Uangnya untuk Parpol?


MUARA BULIAN, TRIBUN- Bantuan keuangan untuk 12 partai politik yang memperoleh suara di DPRD Batanghari terbilang cukup besar. Total dana yang akan dikucurkan tahun ini untuk bantuan keuangan parpol mencapai Rp 774 juta. 

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Batanghari nomor 397 tahun 2011, besaran bantuan yang diterima parpol tergantung jumlah suara yang diperohnya pada pemilu legislatif 2009. Besar bantuan per satu suara senilai Rp 7.710. Bantuan terbesar diperoleh Partai Golkar sebagai peraih suara terbanyak.

"Ada ketentuan cara menghitung besaran bantuan untuk keuangan parpol. Besar bantuan yang akan diberikan itu ditetapkan dalam Peraturan Bupati,” kata Sulaiman Efendi, Kepala Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol Linmas) Kabupaten Batanghari, Kamis (3/11).

Bantuan yang diterima oleh partai politik dalam setahun adalah besar bantuan per suara dikali total perolehan suaranya. Bantuan keuangan diberikan untuk satu tahun anggaran sekaligus. Tiga partai yang memperoleh bantuan terbesar adalah Partai Golkar, Partai Bintang Reformasi, dan PDI Perjuangan.

Selain menetapkan besaran yang diperoleh partai, bupati juga mengeluarkan peraturan bupati tentang pedoman teknis penggunaan bantuan keuangan kepada partai politik. Sulaiman menyebut, secara umum sesuai Perbup, bantuan itu hanya bisa digunakan untuk kegiatan pendidikan politik, dan kegiatan operasional sekretariat.

" Pendidikan politik yang bisa dilakukan adalah yang berhubungan dengan peningkatan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat, peningkatan partisipasi politik, dan peningkatan kemandirian dan karakter masyarakat yang selaras dengan budaya dan sejarah bangsa,” jelas Sulaiman.

Sementara untuk kegiatan operasional sekretariat, ucapnya, bantuan keuangan itu bisa digunakan untuk administrasi umum sekretariat, seperti membeli alat tulis kantor, rapat internal sekretariat, dan ongkos perjalanan dinas dalam rangka mendukung kegiatan operasional sekretariat.

" Bila bantuan keuangan itu dipergunakan untuk kegiatan yang sudah diatur dalam Perbup tersebut, itu dinyatakan menyalahi aturan. Partai yang bersangkutan diharuskan untuk mengembalikan dana yang tidak tepat sasaran itu ke kas negara. Itu akan menjadi temuan BPK seperti tahun lalu,” terangnya.

Bantuan keuangan partai politik di Kabupaten Batanghari tahu 2010 menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jambi. Realisasi pengeluaran parpol atas bantuan yang diterima dari pemda dinyatakan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 243 juta.

Penggunaan yang tidak sesuai oleh 11 partai politik adalah adanya pembayaran honorarium sebesar Rp 191 juta, dan parpol melakukan pembelian aset sebesar Rp 52 juta. BPK menyebut kondisi itu mengakibatkan penggunaan dana senilai Rp 243 juta tidak efektif.

" Kami tidak ingin lagi ada penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukan, dan akhirnya nanti menjadi temuan BPK. Ini mendorong kami untuk membuat pelatihan penggunaan dan pertanggungjawaban bagi pengurus parpol penerima bantuan keuangan yang ada di Kabupaten Batanghari ini,” ungkapnya. (suang stg)

sumber: tribunjambi

Ada yang Belum Sempat Kutanyakan

Ada yang Belum Sempat Kutanyakan


TERAKHIR kali kubertemu dengannya sekitar setahun yang lalu. Ia begitu tegar menghadapi kehidupan. Seorang diri menghidupi keluarganya. Seorang perempuan yang telah ditinggal mati oleh suaminya.


Aku melihat sebuah kekuatan yang dahsyat dalam dirinya. Aku nggak yakin kekuatan sebesar itu ada dalam diriku. Kekuatan menghadapi segala aral melintang dalam kehidupan. Ketabahan menerima cobaan dan bangkit dari keterpurukan hidup yang kerap diterimanya.

Seorang perempuan itu menghidupi anak-anaknya dengan cucuran keringat yang diteteskannya setiap hari. Ia bukan seorang yang berpendidikan, tapi semangatnya memberikan pendidikan yang tinggi bagi anak-anaknya membuatku merasa haru yang mendalam. 

Betapa cintanya ia pada anaknya. Ya, ternyata cinta tiada batas yang diberikannya, dan itulah alasannya memperjuangkan anaknya.

Namun, ada satu hal yang belum sempat kutanyakan padanya. Dari mana ia mendapatkan cinta itu? Siapa gerangan yang menuntunnya menyerahkan cinta tanpa batas itu?

Sesaat kupandangi bola matanya. Aku terkagum dan semakin takjub. Pancaran cahayanya menyinari setiap bola mata yang memandangnya, memberikan semangat hidup. Sinar matanya mengajari arti sebuah perjuangan hidup, tentang arti kehidupan yang sesungguhnya.

“Dunia ini bukan tempat untuk para pecundang,” mungkin itu yang ingin disampaikannya lewat cahaya yang selalu keluar dari matanya itu. Entahlah, tapi aku merasa demikian, dan pancaran cahaya itu terlalu dahsyat mengguncang jiwaku, merobohkan semangat egoisme yang berkibar terlalu lama dalam sanubariku.

Aku terus terdiam, dan tak mampu mengucapkan apa pun kepadanya. Pun tak mampu aku melempar bahasa isyarat penganti sejuta bahasa yang ingin kusampaikan. Aku sudah cukup tersihir olehnya.

Kutundukkan kepalaku, mencoba menerawang jejak-jejak kakinya. Terlalu jauh aku berpikir, hingga tak bisa kubentuk sebuah imaginasi tentang hidupnya. Kini yang malah melang melintang didalam sebuah otak yang terlalu kecil ini adalah jejak langkahku selama belasan tahun.

Tidak. Aku mencoba melupakannya. Kugeleng-gelengkan kepalaku. Tak kusadari, ada sebutir air mata yang menetes, meyentuh ibu jari kakiku, lalu buyar menyusup ke tanah gersang yang sedang kuinjak. Butiran yang sama menetes lagi. Kupenjamkan mataku, agar tidak bertambah yang menetes. Namun aku gagal. Butiran bernama air mata itu terus menetes. 

“Aku minta maaf,” kataku dalam hati. Tidak ada yang mampu kuungkapkan, tidak ada pula yang mampu kutanyakan padanya. Aku hanya diam, dan berharap besok ada keberanianku untuk bertanya semua yang belum sempat kutanyakan hari ini. 

Jambi, 7 Juli 2011

Orang Rimba Di Persimpangan Jalan

Bersama orang rimba pertengahan tahun 2010
MASIH lestarikah tradisi orang rimba 50 tahun lagi? Pertanyaan ini dilemparkan beberapa teman diskusiku dalam beberapa pekan terakhir ini. Ada yang bilang masih, tapi ada pergeseran ritual dan nilai. Ada teman yang ekstrim, langsung pesimis ada tradisi dan budaya orang rimba yang masih tersisa menjelang tahun 2100.

Aku sendiri tidak bisa memberikan argumen. Disatu sisi aku ingin mengatakan tradisi itu akan hilang seiring dengan pesatnya laju kerusakan hutan di kawasan barat Provinsi Jambi. Namun disisi lain aku masih yakin ada tradisi yang berhasil dilestarikan, karena masih ada segelintir orang yang peduli dengan nasib mereka.

Orang rimba merupakan sebuah kelompok masyarakat yang tinggal di dalam kawasan hutan. Hingga kini mereka mayoritas hidup di dalam hutan, dan mengandalkan hasil hutan untuk memenuhi kehidupannya, namun senantiasa menjaga kelestarian hutan. Mereka yang menjadi benteng terakhir hutan Jambi itu, semakin tercabik-cabik oleh derasnya arus pembukaan hutan yang dilakukan konglomerat.

Dalam sebuah kesempatan medio tahun 2010, saya berkesempatan berbincang dengan Temenggung Jelitai (sebagian teman menusinya Celitai). Pria bertubuh gempal, yang merupakan satu diantara ketua kelompok suku itu mengatakan dirinya sudah tak punya daya lagi mempertahankan hutan yang diwariskan dan ditugaskan nenek moyangnya untuk terus dijaga dan dilestarikan itu.

Dua bulan kemudian saya bertemua dengan Temenggung yang lain. Ia pun menungkapkan hal yang sama. Mereka semakin lama semakin terdesak. Hutan semakin habis, dan diganti dengan kebun sawit milik warga desa dan perusahaan besar yang dimiliki konglomerat Jakarta. Mereka sudah tak sanggup lagi membendung kegiatan secara besar-besaran itu.

Strategi dari pemilik modal yang melakukan investasi di hutan yang dilepaskan oleh pemerintah itu memang tidak mampu diimbangi orang rimba yang tidak pernah sekolah dan tidak bisa menuliskan namanya itu. Mereka larut dalam permainan, dan akhirnya semakin lama semakin tersingkir. Menemukan orang rimba saat ini tidak lagi harus ke hutan. Mereka kerap masuk ke kota untuk mengemis.

"Hutan sudah tidak ada lagi. Sulit dapat buruan, sulit mencari buah-buahan. Hasil hutan yang mau dijual ke desa juga sudah sulit," kata Temenggung Jelitasi saat itu. Hasil hutan yang dulu sering mereka jual berupa rotan dan jernang. Kedua komoditi itu semakin sulit didapat karena habitatnya dihabisi pengusaha kelapa sawit.

Menyempitnya hutan itu telah membuat mereka semakin sulit melaksanakan tradisinya. Ada berberapa tradisi orang rimba yang eksotis, seperti penyembuhan orang sakit, tradisi melangun (berpindah saat anggota kelompok meninggal), hingga tradisi menikah.

Orang rimba menikah pada saat musim buah. Namun pohon buah-buahan itu kini sudah semakin jarang ditemui, dan di dalam hutan tidak jelas lagi kapan musim buah. Dukun yang memberkati pasangan pengantin pun sudah kehilangan 'resep' yang akan diberikannya kepada pengantin itu. Temenggung hanya tersenyum ketika saya minta kepadanya agar memberikan kesempatan menyaksikan ritual yang menurut mereka sangat sakral itu. Tidak ada kata boleh, dan tidak ada kata tidak boleh.

Pasar Tembesi, Tanah Perjuangan yang Terlupakan

Bangunan bersejarah di Pasar Tembesi
Ada satu istilah Sang Proklamator Bung Karno yang begitu mengena dan selalu diingat  bangsa ini. Jas merah yang bermakna jangan sekali-kali melupakan sejarah. Salah satu tempat sejarah perjuangan bangsa yang tak boleh dilupakan adalah  Kelurahan Pasar Tembesi, Kecamatan Muara Tembesi, Batanghari. 

MATAHARI  tepat di atas kepala ketika Tribun tiba di daerah yang berjarak sekitar 20 kilometer dari ibukota kabupaten, Muara Bulian. Nuansa tempo dulu mulai terasa ketika mulai masuk sekitar satu kilometer menuju tempat itu. Jalan menuju tempat itu dulunya merupakan jalan lintas Sumatra, namun kini jalan itu sudah dialihkan. Bus tak lagi melintasi daerah itu. 

 
Bangunan-bangunan tua dengan mudah ditemukan di sana. Bangunan tersebut berupa rumah, kantor, dan sebuah benteng. Namun tempat yang oleh masyarakat disebut benteng itu bukan seperti bangunan benteng pada umumnya, yang dilengkapi dengan meriam dan tempat untuk membidik musuh.
 

Bachtiar (91), seorang pelaku sejarah yang hingga kini bermukim di kelurahan itu menceritakan, benteng itu dulunya merupakan markas besar tentara Belanda. Ada satu kompi pasukan yang ditugaskan Belanda di bangunan berbentuk segi empat. 

"Saya dulu masih melihat tentara Belanda bertugas di sana, dan merasakan bagaimana hidup pada masa penjajahan,” katanya kepada Tribun, Selasa (18/5). Ia menyebut benteng yang menghadap ke Sungai Batang Tembesi itu dulunya menjadi tempat yang paling megah dan paling besar di sekitar wilayah itu.
 

Bukan hanya Belanda, pasukan Jepang pun pernah tinggal di benteng ini. Namun Jepang tidak bertahan lama. Begitu Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 tentara Jepang pun mundur tanpa tersisa satu pun. Namun tak lama setelah itu, Belanda melalui Agresi Militer II kembali masuk ke Pasar Tembesi. 

"Benteng itu kembali dikuasai tentara Belanda, mereka mengusir tentara keamanan rakyat (kini TNI) yang mengisinya saat Jepang pergi,” ungkapnya.
 

Berbagai upaya diplomatik yang dilakukan pemimpin negara pada saat itu membuahkan hasil. Pasar Tembesi dikembalikan kepada Indonesia oleh Belanda. "Saat itu tahun 1949. Bung Hatta datang ke Pasar Tembesi ini untuk menerima penyerahan kedaulatan dari Belanda,” ucap pensiunan PNS yang sudah punya 62 cucu dan 23 cicit itu. 
 
Kenangan atas kedatangan Bung Hatta itu masih terus membekas di dalam ingatannya. "Itu kenangan yang tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat di sini, terutama yang melihatnya langsung,” ujarnya.
Wakil presiden pertama Indonesia itu, katanya, tiba di Pasar Muara Tembesi pada hari Jumat pagi. Ia tidak ingat lagi tanggal dan bulannya. 


Mendengar Bung Hatta akan datang, warga  berkumpul dan siap-siap menyambut kedatangannya. Mereka terus menunggu, padahal Bung Hatta sudah berada di tengah-tengah warga yang menunggu sedari pagi itu.  

"Dia (Hatta) tanya, kalian sedang menunggu siapa? Warga yang berkumpul menjawab menunggu Bung Hatta. Mereka baru tahu yang bicara dengan mereka itulah yang mereka tunggu-tunggu setelah seorang yang sudah mengenalnya langsung memeluk dan menyalaminya. Semua yang disitu sangat terkejut,” tutur pria yang masih tampak bugar di usianya yang sudah senja itu.

Mohamammad  Hatta lalu menemui pimpinan militer yang betugas di Kawedanan Muara Tembesi, dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah kontrouler.  Pasar Tembesi ini dulu menjadi pusat pemerintahan, yang ruang lingkupnya sangat luas,"  ujarnya. 

Penyerahan kedaulatan itu dilaksanakan dalam sebuah upacara yang dilaksanakan di kawedanan. Tempat itu masih terlihat utuh, dan kini digunakan sebagai kantor lembaga perwakilan masyarakat (LPM).  Penyerahan kedaulatan Indonesia atas Pulau Sumatra dilaksanakan di sini. Ini tempat yang sangat bersejarah,” sebut Bachtiar. 


Namun tempat penyerahan kedaulatan negara, yang memiliki nilai historis yang sangat tinggi itu jauh dari kesan dipelihara. Bangunan yang terbuat dari kayu jenis tembesi, yang terkenal sangat kuat itu, seperti terasing di tengah era gedung-gedung tingkat. Tidak ada pemugara, jauh dari perawatan. 


Bachtiar menyebut, suatu kali legiun veteran Jambi mengunjungi tempat yang sangat dibanggakannya karena menjadi saksi bisu perjuangan itu. Apa kata legiun veteran melihat kondisi itu?  Mereka hanya bisa menangis melihat kondisi bangunan-bangunan ini. Saya kira semua bisa tahu mengapa mereka harus menangis setelah melihat kondisi bangunan itu,” ucap ayah 14 orang anak itu. (suang sitanggang)


Link: http://jambi.tribunnews.com/2011/05/20/pasar-tembesi-kebanggan-bung-hatta

Scooter Satukan Jiwa Pengagumnya

Deru mesinnya terdengar garang. Kepulan asap berwarna putih kehitaman menyembul dari knalpot, terbang tinggi menuju angkasa. Puluhan pecinta scooter yang sedang ngumpul dil Lapangan Garuda menikmati suasana itu.  
TRIBUN JAMBI/SUANG SITANGGANG

BENI, seorang diantara pecinta dan pemilik scooter itu berdiri di samping scooternya yang bernuansa ekstrim. Scooter yang punya aneka warna itu memiliki tambahan dua roda di samping kiri, yang berfungsi menopang sebuah tempat duduk tambahan, yang dirakit untuk penumpangnya.

Pria berkulit putih itu bukanlah warga Jambi. Ia datang jauh-jauh dari bumi sriwijaya ke bumi serentak bak regam, Kabupaten Batanghari, untuk menghadiri acara ulang tahun scooter of batanghari yang ke 10. "Rombongan kami berangkat Jumat pagi, dan baru tiba disini Sabtu pagi," katanya kepada Tribun.

Perjalanan satu hari satu malam itu mereka tempuh dengan meunggangi scooter masing-masing. Dalam perjalalan itu, ucapnya, sempat terjadi trouble, sehingga waktu perjalanannya semakin lama. Harusnya, menurut pengalamannya, mereka sudah bisa sampai di Jambi Jumat (22/4) malam.

"Begitulah perjalanan naik scooter. Kendaraan yang sudah tua kadang membuat perjalanan tidak bisa mulus. Tapi justru disitu juga seni dan kenikmatannya," ucap pria berkulit putih itu, minggu (24/4).

Ia menjelaskan, ketika scooter dari seorang rombongan mogok atau rusak, anggota yang lain tidak akan meninggalkannya. Semua akan membantu memperbaikinya secara bersama-sama. Semua suka dan duku dalam perjalanan menjadi milik bersama. "Apa yang dirasakan kawan harus kita rasakan juga. Susah senang kita sama-sama," ucapnya.

Joni Vespa, satu diantara pendiri Scooter of Batanghari, juga mengungapan hal yang sama. Dalam klub scooter,  katanya, yang paling ditanamkan dalam diri anggota adalah kebersamaan dan kekompakan. "Kami sudah seperti sebuah keluarga. Bukan hanya dengan anggota satu klub saja, tapi juga dengan anggota klun scooter di daerah lain," ujarnya.

Adanya jiwa persaudaraan dan kebersamaan itu pula yang menurutnya mebuat semua klub scooter dari semua kabupaten dan kota di Jambi, dan beberapa dari luar Propinsi Jambi, datang dan berkumpul di Muara Bulian selama dua hari. Scooter yang hadir dari berbagai tipe, mulai dari yang standar hingga ekstrim.

"Semua datang dengan biaya sendiri. Kami juga tidak menyiapkan tempat bagus untuk tempat mereka tidur dan istrahat. Semua satu rasa tidur dan istrahat di dalam tenda yang kami bangun di lapangan ini," tuturnya.
Pria yang sudah naik scooter hingga ke negeri rencong itu menyebut pecinta scooter bukanlah orang-orang yang tidak tahu aturan, dan bukan pula warga negara yang berhati jahat. Tampilan anak jalanan yang banyak terlihat pada diri anak scooter sesungguhnya hanya menunjukkan kesan kesederhanaan.

"Mungkin ada yang penampilannya seram, tapi saya yakin hati anak-ana scooter itu selalu baik. Iman anak scooter berpenampilan asal-asalan itu juga tak saya ragukan," ujarnya sembari mengangkat kedua jempol tangannya, menggambaran rasa kagumnya akan iman anak scooter. Selain itu, ia juga menyebut anak scooter bukanlah anak mami, dan bukan orang yang suka membeda-bedakan manusia.

Pada hari ulang tahunnya yang ke-10 kemarin, Scoobari dan anak scooter yang lain tidak sekedar kongkow dan konvoi. Ada kegiatan sosial yang mereka laksanakan bekerjasama dengan dinas kependudukan, catatan sipil dan keluarga berencana (Disdukcapil KB) Batanghari.

Mereka membuat kegiatan sunatan massal, sosialisasi keluarga berencana, pembagian alat kontrasepsi, dan kegiatan yang lain. Semuanya itu diberikan secara gratis kepada masyarakat Batanghari selama sabtu dan minggu kemarin.

"Kami sangat mendukung acara ini. Selain perayaan ulang tahun, mereka memikirkan apa yang akan diberikannya kepada masyarakat. Ini nilai plus untuk sebuah klub scooter, yang telah menunjukkan imej positif dimata masyarakat kita," kata Ardian Faisal, Kepala Disdukcapil KB Batanghari, yang sekaligus sebagai penasehat Scoobari.

Hari sudah terik. Puluhan scooter berbagai bentuk dan unik itu saatnya melakukan touring mengelilingi kota Muara Bulian yang kecil namun bersahaja. Kepulan asap dari knalpotnya membubung menuju langit, memberikan kepuasan bagi para pecintanya, dan menjadi tontonan menarik warga Muara Bulian. (Suang Sitanggang)

Tulisan ini telah dimuat di Harian Pagi Tribun Jambi  ( www.tribunjambi.com )

Debu Untuk Rakyat, Dolar Untuk Pengusaha

Oleh Suang Sitanggang, jurnalis muda yang masih belajar

HAMPIR setiap hari aku menyaksikan sebuah bentuk penjajahan secara tidak langsung kepada rakyat di negeri ini, terutama kepada masyrakat Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Setiap hari masyarakat Batanghari, terutama yang tinggal di pinggir jalan lintas merasakan penderitaan, yang entah mereka sadari atau tidak.

Kabupaten Batanghari merupakan kota lintas. Tiap hari ribuan angkutan barang dan angkutan umum melintas di daerah ini. Kebanyakan angkutan barang, yang datang dari berbagai daerah. Di dalam angkutan itu terdapat berbagai jenis barang yang nilainya jutaan bahkan mungkin ratusan juta rupiah.

Untuk siapa barang itu? Jawabannya bukan untuk masyarakat batanghari. Barang tersebut hanya menumpang lewat saja di daerah yang punya motto serentak bak regam itu. Rakyat hanya menyaksikan berbagai jenis barang, yang mungkin ingin mereka miliki, numpang lewat di hadapan mereka.

Namun yang lebih menyedihkan adalah banyaknya angkutan batubara yang melintas tiap hari. Jumlahnya mungkin antara 400-600 tronton yang mengangkut batubara dari beberapa kabupaten menuju Pelabuhan Talang Duku.

Angkutan itu membawa muatan yang beratnya puluhan ton, yang jelas telah melebihi tonase berdasarkan sumbu kendaraan, dan tak sesuai lagi dengan daya tahan jalan. Akibatnya adalah ruas jalan di Kabupaten Batanghari hancur total. Jalan berubah menjadi kubangan dikala hujan, dan debu beterbangan kala kemarau.

Debu tersebut secara otomatis berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, terutama mereka yang rumahnya berada di pinggir jalan. "Kami hanya makan debu tiap hari," kata Abddulah, seorang warga kepada penulis. Sedangkan keuntungan yang mereka dapatkan dari banyaknya angkutan batubara itu? "Tidak ada, mereka hanya lewat begitu saja, dan jalan ini tiap hari semakin rusak," sebutnya.

Mereka memang tidak dapat apa-apa dari angkutan batubara yang berseliweran tiap hari, selain bibit penyakit yang terkandung dalam debu, yang masuk ke dalam tubuh mereka. Mereka hanya menjadi penonton di negeri sendiri, penonton yang menahan rasa sakit, diatas kegembiraan dan keuntungan yang diperoleh pengusaha batubara.

Sedangkan pengusaha, yang sudah merusak jalan yang dibuat pemerintah untuk kepentingan masyarakat itu, dibiarkannya hancur lebur, tanpa peduli berapa banyak yang sudah menjadi korban atas kerusakan jalan yang diakibatkan angkutannya.

Rasanya di negeri ini memang sulit menemukan bentuk keadilan. Masyarakat selalu hanya menjadi penonton dan penderita atas modal yang ditanamkan oleh pengusaha. Sementara pengusaha terus berkelimpahan dolar, rakyat terus terkungkung bersama debu yang beterbangan. Semoga saja, pemerintah sebagai pengayon rakyat, bisa menjadi penengah, mencari solusi atas derita yang dialami rakyatnya. Semoga.
Briptu Norman Bikin Polisi Jadi Humanis

Briptu Norman Bikin Polisi Jadi Humanis

GORONTALO, KOMPAS.com — Pengamat budaya dan sosial dari Universitas Negeri Gorontalo, Suleman Bouti, menilai aksi video lagu India yang diperagakan oleh Brigadir Satu Norman Kamaru menjadikan polisi sebagai sosok yang lebih humanis di mata masyarakat.

"Bagi saya ini adalah penanda, saatnya polisi tampil lebih humanis sebagai pelayan sekaligus pengayom masyarakat," kata staf pengajar di Fakultas Sastra dan Budaya ini, Kamis (8/4/2011).

Menurutnya, meski polisi sebagai aparat negara disyaratkan memiliki disiplin dan integritas tinggi, hal itu tak berarti bahwa polisi harus tampil "menyeramkan" sebagaimana anggapan yang masih melekat di masyarakat.

"Menyanyi atau berjoget sama sekali tidak merusak kewibawaan polisi di mata masyarakat," kata dia.
Bahkan menurutnya, apabila Polri dengan sadar memanfaatkan cara-cara demikian untuk melayani masyarakat, maka hal itu malah mencitrakan bahwa polisi memang benar-benar milik masyarakat. Citra kepolisian ke depan harus lebih baik dan lebih memasyarakat.

sumber: http://oase.kompas.com/read/2011/04/08/13393526/Briptu.Norman.Bikin.Polisi.Jadi.Humanis

Aroma korupsi Proyek Timbangan portable

Timbangan portable Dishub Batanghari disita Polda Jambi
AROMA korupsi tercium dari proyek pengadaan timbang portable di Dishub Batanghari. Alat yang berguna untuk menimbang beban kendaraan yang dibeli menggunakan dana APBD sekitar Rp 382 juta tersebut disita oleh penyidik Polda Jambi, Kamis (24/3).

Diduga penyitaan itu terkait adanya korupsi dalam proses pengadaan barang. Seharusnya, sesuai spesifikasi, timbangan itu adalah buatan Jerman, namun timbangan yang ada sekarang adalah buatan Cina.

Empat orang petugas dari Polda Jambi tiba di Kantor Dinas Perhubungan Batanghari menggunakan mobil Avanza bernopol D 1794 ML pukul 13.20. Mereka yang mengenakan pakaian preman itu langsung menuju ruangan kepala dinas, namun hanya bisa disambut oleh staf kantor, karena kadis masih di luar kota.

Staf yang menerima mereka di ruangan itu terlihat panik. Beberapa kali mereka keluar masuk ruangan mencari sesuatu, namun enggan menjawab pertanyaan sejumlah wartawan yang menunggu di depan ruangan. Mereka juga terlihat sibuk menghubungi pejabat dinas itu, hingga akhirnya Kadis Perhubungan Hermanto, tiba sekitar pukul 14.30 WIB.

Pantauan Tribun, penyidik meneliti barang- barang yang ditunjukkan oleh pegawai dishub. Selama tiga jam penyidik berada di ruangan itu, menyampaikan pertanyaan dan mengecek barang yang diduga bermasalah itu. Sekitar pukul 16.30, semua barang itu dimasukkan ke dalam bagasi mobil.

"Barang ini untuk sementara kami sita dan bawa ke Polda Jambi untuk tujuan penyidikan,” kata AKP Iskandar satu di antara polisi dari polda kepada Tribun saat memasukkan benda itu ke dalam mobil. Namun ditanya kasusnya, ia enggan mengungkapkannya.  Kalau itu tanya ke kantor saja,” katanya.

Ia menyebut satu set timbangan portable itu merupakan barang bukti yang dibutuhkan polisi untuk mengungkap kasus itu.  Ini sebagai barang bukti saja. Dokumen-dokumennya sudah kami ambil sebelum ini,” kata pria berkumis itu. Namun isi dokumen yang mencurigakan penyidik, ia tidak menyebutkan.

Dalam waktu dekat ini, ia mengatakan polda akan melakukan pemanggilan terhadap pihak- pihak yang terkait dengan proyek pengadaan timbangan portable tersebut.  Termasuk pengguna anggaran dan kontraktornya,” ujarnya.

Timbangan protable itu merupakan timbangan yang bisa dibongkar pasang. Seorang sumber Tribun di Dinas Perhubungan Batanghari mengatakan kasus yang sedang diusut oleh polda itu terkait nilai proyeknya yang diduga terlalu besar (mark up) serta barang yang disampaikan tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang ditenderkan.

Sumber menyebut barang yang diharapkan oleh Dinas Perhubungan Batanghari dengan nilai proyek Rp 382 juta itu adalah timbangan buatan Jerman, namun barang yang disampaikan oleh rekanan ternyata barang buatan Cina.  Spesifikasi dan daya tahannya berbeda,” kata sumber tersebut.

Kadis Perhubungan Batanghari, Hermanto, mengakui barang yang dibawa tim dari Polda itu merupakan barang buatan Cina.  Mereknya Chang An,” kata Hermanto. Namun ia mengaku tidak tahu apakah barang merek itu yang diminta Dishub atau tidak.

"Saya kurang paham masalahnya, saya baru menjabat bulan ini. Masalah sebelum saya menjabat kurang saya pahami,” kata mantan Kabid di Dinas PU itu. Sebelum disita dan dibawa ke polda, ia mengatakan sebelumnya penyidik dari polda juga sudah datang kesana dan menemuinya. Saat itu, katanya, polisi hanya memeriksa alat tersebut.  "Sebelum tadi dibawa, mereka periksa lagi apakah sama dengan yang mereka lihat sebelumnya,” katanya.

Terkait penggunaan alat itu selama ini, Hermanto mengatakan berdasarkan informasi yang didapatnya dari anak buahnya, alat itu sudah pernah dipakai beberapa kali. "Digunakan saat operasi muatan angkutan barang. Tapi sejak saya menjabat alat itu belum pernah saya gunakan,” ujarnya.

Namun sumber Tribun mengatakan timbangan itu sama sekali belum pernah digunakan sejak dibeli. Hingga dibawa oleh polda, katanya, timbangan itu di dalam ruangan, dan masih terbungkus rapi.

Kabid Humas Polda Jambi AKBP Almansyah mengatakan penyitaan itu terkait kasus korupsi yang sedang disidik oleh Polda Jambi. "Memang benar dilakukan penyitaan di dinas perhubungan terkait korupsi proyek tahun 2010," kata Almansyah.

Terkait penyitaan 1 set timbangan portable itu, polisi segera mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke kejaksaan. Menurutnya penyitaan terkait ketidaksesuaian jenis barang dengan standar yang ditetapkan. (ang/dun)

laporan suang sitanggang untuk Tribun Jambi.
Link: http://jambi.tribunnews.com/2011/03/25/produk-jerman-diganti-buatan-cina

Menghisap Payudara Selamatkan Perempuan dari Kanker?

net
RIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada hari Sabtu (19/3/2011) telah tersiar dari BlackBerry Messenger (BBM), mengenai cara pencegahan payudara. Dalam BBM tersebut mengatakan kanker payudara bisa dicegah jika terus dihisap oleh pasangannya.
Dalam BBM tersebut, data tersebut diambil dari situs berita internasional BBC dan Departemen Kesehatan dari Inggris. Berikut isi BBM untuk mencegah kanker payudara dengan cara menghisap.

Dalam waktu dekat mungkin akan ada wanita yang mau membayar orang terutama pria untuk menghisap payudara mereka?

Dalam Beranda BBC Top News Story: Dokter menyarankan bahwa payudara wanita yg disedot secara teratur akan sangat bagus untuk mengurangi risiko terkena kanker payudara.

Dikatakan pula bahwa pengisapan payudara secara teratur akan menurunkan tingkat risiko yang cenderung menyebabkan berkembangnya kanker payudara. Payudara harus disedot sesering mungkin, hal ini dipercaya akan membantu perempuan melawan kanker payudara.

Bagi para pria, silakan melakukan bagian Anda, dan mulailah menghisap payudara wanita sekarang dan bagi para wanita silakan saja memulai terapi ini dan mempersilakan pasangan Anda untuk melakukan tugasnya tentunya anda harus merelakan hal itu !!!

Pesan ini dibuat oleh Departemen Kesehatan Inggris dengan tema "Melawan Kanker Payudara". Kalau Anda percaya pada hasil penelitian ini maka ( para pria ) jujurlah bahwa anda tentunya akan senang maka patuhilah hasil penelitian ini.

Kalau perlu Anda bisa dengan rendah hati mengajukan diri untuk membantu para wanita demi membantu para wanita itu untuk menyelamatkan nyawanya dari ronrongan kanker. Bolehlah Anda mengirim ini ke semua orang yang bertanggung jawab dan kepada para wanita agar bisa menyadari risiko tinggi ini. Ini entah benar atau tidak.

link http://www.tribunnews.com/2011/03/19/benarkah-menghisap-payudara-selamatkan-perempuan-dari-kanker

Tiap Bulan 100 Hektar Hutan Rertorasi Charles Dibabat

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Suang Sitanggang

PERAMBAHAN hutan di Provinsi Jambi masih terus berlanjut, bahkan semakin parah. Tak terkecuali yang berada dalam wilayah konsesi PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki), kawasan hutan restorasi yang diresmikan Pangeran Charles pada 2008 lalu, masih menjadi target para perambah.

Isbeihel, Polhut Dinas Kehutanan Batanghari yang turun bersama Tribun melakukan pemantauan di areal restorasi di wilayah Kabupaten Batanghari mengatakan, pihaknya mendapati hutan di areal itu telah dibuka dan dikonversi oleh warga menjadi areal perkebunan.

"Pembukaan hutannya ada yang dengan cara membabat, dan tak jarang juga dengan cara membakar. Umumnya mereka menanam kelapa sawit di areal itu," katanya kepada Tribun, Jumat (4/3).

Berdasarkan data yang diperoleh dari PT Reki, sekitar 100 hektare areal hutan restorasi itu dibabat tiap bulan. Perambahan marak terjadi sejak tahun 2006, tepatnya setelah Asialok yang sebelumnya menjadi pemegang HPH meninggalkannya. Lokasi perambahan berada di beberapa titik.

"Dalam setahun terakhir luas kawasan yang dirambah sudah mulai berkurang dibandingkan tahun 2006-2008. Tapi tetap yang namanya perambahan hutan itu adalah tindakan yang melanggar hukun,” ujar Yusup, petugas Dihut lainnya yang juga ikut melakukan peninjauan di wilayah Kecamatan Bajubang itu.

Link: http://jambi.tribunnews.com/2011/03/07/100-h-hutan-dibabat-perambah-tiap-bulan

Berkunjung ke Desa Terluar di Batanghari

Desa terpencil tak berarti penduduknya harus hidup dalam kemiskinan. Desa-desa terluar yang kerap terlupakan dalam sketsa pembangunan itu tak jarang memiliki penghasilan yang luar biasa.
TRIBUN JAMBI/SUANG SITANGGANG

MATAHARI sudah hampir sampai di atas kepala ketika Tribun tiba di Desa Kaos, Kecamatan Pemayung. Butuh waktu sekitar dua jam, untuk bisa sampai di salah satu desa terluar di Kabupaten Batanghari itu. Padahal, jaraknya tidak terlalu jauh dari ibukota Kabupaten Batanghari.

Desa yang dihuni mayoritas suku Jawa itu tidak bisa ditempuh menggunakan kendaraan roda empat dari Kabupaten Batanghari. Bila ingin sampai di desa itu dengan mengendarai mobil, harus rela keliling dari dari Kelurahan Sekernan (Muaro Jambi) menuju Desa Suak Putat, dan akhirnya sampai di Desa Kaos.

Kondisi itu terjadi lantaran Desa Kaos dan Desa Pulau Raman, desa tentangganya yang sama-sama masih masuk kabupaten Batanghari, berada di seberang Sungai Batanghari. Selama ini, masyarakat di sana harus naik angkutan air bernama Ketek bila ingin menuju ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten.

Belum ada jembatan untuk menyeberangi sungai. Cara satu-satunya kalau kami mau ke Muara Bulian harus naikkan motor ke atas ketek untuk menyeberang. Setelah itu dilanjutkan dengan perjalanan darat. Kalau lewat Desa Suak Sedangkan bila hendak menuju Kota Jambi, mereka lebih memilih lewat Desa Suak Putat, karena akan menghemat pengeluaran dan jaraknya juga lebih dekat.

"Termasuk saat membawa getah karet, selalu kami bawa lewat Suak Putat menuju Jambi. Getah dari dua desa ini selalu dijual ke Jambi," kata Kepala Desa Kaos, A Rahman.

Berapa banyak getah yang dihasilkan penduduk di dua desa yang hampir semuanya petani itu? Kepala desa itu menyebut setiap minggu sekitar 50 ton getah dari kedua desa itu dijual ke Jambi. Bila dikonversikan dengan harga saat ini, hasilnya sekitar Rp 1 miliar.

"Tapi untuk mengeluarkannya dan mengantarkannya ke Jambi kami kesulitan meski lewat jalan darat. Kami harus melewati jembatan pembatas desa ini dan desa suak putat yang panjangnya sekitar 60 meter. Jembatan itu kondisinya sudah tidak bagus lagi,” tuturnya.

Tak hanya itu, kesulitan lain yang mereka alami untuk menghasilkan uang satu miliar rupiah itu adalah infrastruktur jalan di sana yang juga sudah rusak. Jalan itu masih jalan tanah, dan sulit dilintasi saat musim hujan. Getah yang dihasilkan kebanyakan dibawa menggunakan sepeda motor ke jalan utama.

"Namun seperti apapun kondisinya kami tetap bersabar. Masyarakat sekarang sedang tersenyum karena getah karet yang hasilnya sudah sangat baik,” ucapnya. Kesejahteraan masyarakat, tambahnya, juga kini semakin baik. Biarpun PLN belum masuk ke sana, desa itu mulai terang karena sudah ada yang menggunakan mesin genset sebagai sumber arus listrik. "Tapi masih sebagian kecil,” terangnya.

Pendapatan yang sudah cukup baik itu tetap tak bisa membuat masyarakat di sana bisa hidup layaknya orang-orang di kota yang punya pendapatan sebesar itu. Tidak adanya fasilitas listrik yang memadai membuat mereka masih hidup dalam kegelapan di saat malam. "Sekarang yang paling dikeluhkan oleh masyarakat di dua desa ini masalah listrik,” ungkapnya.

Bila membeli genset, katanya, memang masyarakat di sana rata-rata sanggup membelinya. Namun yang menjadi masalahnya adalah biaya besar yang harus dikeluarkan tiap hari untuk membeli minyaknya. "Selain biaya besar, masyarakat juga kesulitan membeli minyak menggunakan galon,” kata Kades. (Suang Sitanggang untuk Tribun Jambi)

Link: http://jambi.tribunnews.com/2011/03/06/berkunjung-ke-desa-terluar-di-batanghari
Datuk Ishak Masih Mahir Berbahasa Jambi - Tribun Jambi

Datuk Ishak Masih Mahir Berbahasa Jambi - Tribun Jambi

Dermawan dan rendah hati. Hartawan namun tidak sombong. Begitulah sosok Datuk Ishak bin Abdul Aziz di mata masyarakat Desa Teluk, Kecamatan Pemayung. Nama warga Malaysia itu begitu harum dan tenar di desa yang berada di pinggir Sungai Batanghari itu dan di desa-desa sekitarnya.
ABDUL Aziz merupakan seorang anggota parlemen di Negara Malasya. Pria berbadan besar dan tinggi itu menjadi salah seorang seorang pemimpin di Partai Umno, sebuah partai besar di negara yang sering konflik dengan Republik Indonesia itu.

Namun siapa sangka, orang tenar dan berpengaruh di Malaysia itu ternyata punya pertalian dara yang sangat kental dengan Indonesia, khususnya Provinsi Jambi. Ayahnya lahir, tumbuh dan besar Jambi pada zaman penjajahan Hindia Belanda.

"Ayahnya yang bernama Datuk Abdul Aziz itu tangan kanan Sultan Thaha, pemimpin Kerajaan Jambi,” kata Sayuti, Kepala Desa Olak Rambahan, yang masih punya pertalian darah dengan Datuk Ishak. Namun sebelum Indonesia merdeka, sambungnya, Abdul Aziz sudah bermukim dan menetap di negeri Jiran itu.

Ishak lahir dan besar di Malaysia, dan akhirnya memilih berkarir di negara bekas jajahan Inggris itu. Anak-anaknya juga semua tinggal di sana. Namun ada hal besar yang sangat dibanggakan masyarakat dusun tempat lahir ayahnya, yang jarang ditemui pada diri orang lain, yaitu Ishak tak lupa tanah leluhurnya.

"Beliau sangat sering datang dan berkunjung ke dusun. Kalau datang juga dia tidak sendirian, tapi selalu membawa Istri dan anak-anaknya. Datuk itu mungkin mengajarkan supaya anak-anaknya juga tak lupa dengan tanah leluhurnya, meskipun mereka sudah menjadi warga negara Malaysia,” ujar Kepala Desa Teluk Arifa’i kepada Tribun, Senin (28/2).

Terakhir kali, Datuk Ishak bersama keluarganya datang ke desa Teluk tahun 2009 silam. Seperti biasanya, setiap kali datang selalu memberikan  saweran’ kepada warga desa yang datang berkumpul di masjid atau di keluarganya. Mulai dari anak-anak hingga orang tua, semuanya mendapat jatah rupiah.

"Datuk tak memandang siapa yang datang itu, pokoknya semuanya dibagi uang. Kalau yang kecil dikasih Rp 20 ribu, yang sudah dewasa diberi Rp 100 ribu. Semuanya dapat, tidak ada yang tidak kebagian,” kata pria yang sudah mulai beruban itu seraya menambahkan Ishak sudah belasan kali pulang kampung.

Selain memberikan uang kepada masyakarat, ia juga selalu memberikan bantuan untuk mendirikan masjid yang ada di kampung halamannya itu. Masjid yang kini berdiri megah di perkampungan itu pembangunannya menelan dana tak kurang dari satu miliar rupiah. Sebagian besar dananya, katanya, berasal dari pria yang punya lima orang anak itu.

Setiap kali mengunjungi desanya, Ishak selalu menyempatkan diri untuk berpidato di hadapan warga yang masih saling bertalian darah itu.  Pidatonya selalu menggetarkan, seperti pidato Presiden Sukarno yang sering ditampilkan di televisi. Orang yang datang pasti salut dan bergetar hatinya mendengarkan pidatonya,” kata Ismal, seorang pemuda desa itu yang selalu menemui Ishak saat pulang kampung.

Kata-kata yang keluar dari mulutnya disebutnya akan menjadi kata-kata yang mampu merangsang orang yang mendengarnya agar bisa berpikir lebih maju dan bercita-cita yang tinggi.  Pidatonya dalam bahasa Jambi. Datuk Ishak masih mahir Bahasa Jambi, tapi logatnya memang sudah logat melayu,” ungkapnya.

Sayuti juga menyebut Datuk Ishak selalu menggunakan Bahasa Jambi ketika bertemu dengan orang Jambi dimana pun, termasuk ketika bertemu di Malaysia. Hal itu dirasakannya langsung ketika dua tahun lalu berkunjung ke rumahnya yang megah di sebuah kota besar di Johor, Malaysia.

"Saya disambut dengan sangat ramah. Bukan pembantu yang disuruhnya menjemput saya di Bandara, tapi anaknya langsung yang disuruhnya,” kata Sayuti tersenyum. Ketika sudah sampai di rumah, Ishak juga menyambutnya dengan ramah,  Dan saya diajak mengobrol dengan bahasa Jambi,” katanya.

Kesalehan hidup seorang terpandang di negeri menara kembar itu, menurutnya sudah jarang ditemui pada diri orang-orang sukses saat ini. Banyak orang-orang yang sudah berhasil menjadi lain tatakrama kehidupannya.  Sekalipun sudah menjadi  warga Malaysia, rasa cintanya kepada Jambi tidak luntur, bisa dilihat dari cara bicaranya itu dan kesediaannya pulang kampung,” ungkapnya. (Suang Sitanggang)
http://jambi.tribunnews.com/2011/03/02/datuk-ishak-masih-mahir-berbahasa-jambi 

Menyusuri Desa di Danau Toba

foto: doc pribadi suang sitanggang
MENGUNJUNGI Medan, Sumatera Utara, terasa belum lengkap sebelum menginjakkan kaki dan menjelajahi desa kecil di Pulau Samosir, Tomok.

Dari Jakarta, dibutuhkan waktu lebih kurang dua jam untuk bisa mencapai Medan, Sumatera Utara. Penerbangan akan terasa nyaman dengan pemandangan yang tersaji dari ketinggian, apalagi ketika pesawat hendak mendarat. Kehijauan pohon-pohon dan deretan kebun kelapa sawit yang terbentang luas terasa menyegarkan dilihat dari ketinggian. Suasana sejuk semakin terasa ketika melihat sungai yang meliuk dengan airnya yang kemilau seperti perak dari ketinggian.

Mendarat di Bandara Udara Internasional Polonia Medan, nuansa tradisi terasa kental. Apalagi, ketika menyaksikan atap gedung bandara ditata ala rumah tradisional Medan, dengan atap tinggi berbentuk segitiga. Sementara jarak Bandara Udara Polonia hingga pusat Kota Medan hanya ditempuh selama lebih kurang sepuluh menit. Objek wisata paling banyak dikunjungi wisatawan domestik juga mancanegara adalah Parapat dengan Danau Toba yang membentang luas sejauh mata memandang.

Menelusuri jalan-jalan Kota Medan pagi hari terasa menyenangkan, dengan deretan bangunan modern layaknya Jakarta. Sama sekali tidak terlihat bangunan tradisional di sepanjang jalan di kota ini. Bahkan, yang cukup mengagetkan adalah munculnya sebuah bangunan berarsitek China, di Jalan Kesawan, mulai dari atap hingga ukiran-ukiran yang terlihat semua kental nuansa China.

Ternyata, bangunan berarsitek China tersebut adalah sebuah kediaman keturunan China yang terkenal dengan nama Tjong A Fie (1860-1921). Tjong A Fie adalah seorang pebisnis dan bankir Tionghoa yang terkenal dari Kota Medan. Tjong A Fie meninggal tahun 1921.

Memasuki Parapat, kehijauan dan kesegaran udara yang berembus semilir terasa sangat menghibur, apalagi menyaksikan kehijauan pohon-pohon karet dan perkebunan kelapa sawit menjadikan pemandangan utama yang datang silih berganti dari jendela mobil. Hamparan bukit menghijau semakin membuat rombongan tidak henti-henti memuji keindahan kota ini.

Di Parapat, wisatawan bisa melakukan berbagai kegiatan. Anda bisa berenang, naik sepeda air, dan berjalan menikmati pinggiran pantai, semuanya menyenangkan. Mengitari danau juga bisa dilakukan dengan menyewa perahu motor. Berbagai macam penginapan juga terdapat di sini, mulai dari yang sederhana sampai hotel berbintang banyak tersedia.

Tidak berbeda dengan tempat penyeberangan lain, di Dermaga Parapat pun banyak anak-anak dengan perahu dayung kecil, berteriak-teriak agar penumpang kapal melemparkan uang koin yang mereka miliki ke dalam danau. Dengan kemahirannya anak-anak bertelanjang dada ini menyelam dan menemukan koin yang dilemparkan.

Danau Toba sendiri memiliki bentuk seperti laut, karena ukurannya yang sangat besar. Tercatat, danau ini memiliki panjang kirakira 100 km dan lebar 30 km. Sementara Pulau Samosir, juga sangat luas. Dibutuhkan waktu sekitar delapan jam untuk mengelilingi pulau ini dengan mengendarai mobil.

Perjalanan dengan KM Toba Cruise 8 membutuhkan waktu lebih kurang 30 menit, air danau yang makin biru dan pemandangan menarik tidak henti-henti disajikan ketika mengarungi danau ini menuju Pulau Samosir. Deretan perkampungan dari kejauhan dan bangunan-bangunan gereja di ketinggian bukit membuat perjalanan dengan KM Toba Cruise 8 terasa romantis. Belum lagi embusan angin dan menikmati gemericik air yang menerpa sisi kapal. Dari atas kapal ini, juga terlihat Wisma Soekarno, tempat Presiden pertama Indonesia itu diasingkan, dengan desain bangunan yang dicat dengan warna putih nan megah.

Dan, 30 menit di atas KM Toba Cruise 8, rombongan mulai memasuki Pelabuhan Wisata Tomok, Kecamatan Simarindo, Medan, Sumatera Utara. Sebuah dermaga terlihat menjulang, dengan ukiran-ukiran tradisional Batak, yaitu sepasang cecak.

Bukti kerukunan suku Batak diabadikan di tugu selamat datang ini dengan ukiran timbul masing-masing sepasang pengantin dengan pakaian tradisional Simalungun, Toba Karo, Pak-Pak, Mandailing, dan tulisan besar bertuliskan Horas dan Selamat Datang di Tomok.
(Koran SI/Koran SI/tty)

sumber: http://lifestyle.okezone.com/read/2009/05/02/25/215976/menyusuri-desa-di-danau-toba
Back To Top