milenialnews.web.id merupakan portal yang dihadirkan untuk melengkapi kebutuhan informasimasyarakat

Search This Blog

Mendengarkan Curahan Hati Orang Rimba


Jangan Rusak Hutan Kami
Memiliki rumah mewah yang dihiasi berbagai perabotan bernilai seni tinggi menjadi impian sebagian besar masyarakat. Tak sedikit juga yang memiliki impian untuk plesiran ke luar negeri, untuk menikmati suasana yang biasa dirasakan para pejabat negara ketika pergi plesiran dengan alasan kunjungan kerja. Namun Bagi orang rimba, mimpi-mimpi seperti itu tidak terbayang dibenaknya.
Laporan Suang Sitanggang
Orang rimba, atau yang oleh pemerintah lebih senang menyebutnya suku anak dalam (SAD), tidak pernah memimpikan yang sifatnya bermewah-mewah dan kehidupan foya-foya. Tidak ada mimpi untuk tinggal di rumah gedung, dan tak ada hasrat untuk memandangi indahnya ombak di Bali dan Hawai.
Bagi mereka, tidur di bawah lebatnya daun pepohonan di dalam hutan belantara, adalah kenikmatan yang luar biasa. Itulah mimpi mereka, senantiasa bisa hidup tenang di dalam hutan, dan mewariskannya kepada anak cucunya. Hutan yang terjaga, membuat mereka tak kesulitan mendapatkan makanan didalamnya.
“Saya tidak bisa nyenyak di rumah batu (tembok). Saya lebih suka tidur di pondok kayu di dalam hutan,” kata Temenggung Jelitai, satu diantara pemimpin kelompok orang rimba yang berada di kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari, Sabtu (2/10/10). Temenggung adalah jabatan tertinggi dalam sebuah kelompok orang rimba, sebab mereka hidup secara berkelompok dan masih nomaden.
Temenggung yang bisa diajak berbahasa Indonesia meski tidak terlalu lancar itu terlihat sangat menikmati asap rokok yang dihisapnya saat diajak berbincang. Ia sejenak memperhatikan anggota kelompoknya yang saat itu sedang berada di dalam tenda darurat yang mereka pasang. “Sebagian sedang pergi berburu, makanya siang ini yang nampak hanya sedikit,” ucapnya.
Berburu binatang hutan telah menjadi rutinitas bagi beberapa kelompok orang rimba, sebab mereka memang makan dari hasil-hasil hutan seperti binatang, ubi, dan banar, dan buah-buahan yang ada di dalam hutan. Walau masih mengandalkan makanan dari dalam hutan, mereka kini sudah lebih suka makan nasi, yang mereka dapatkan dengan cara menjual hasil hutan dan menggatinya dengan beras.
Temenggung Jelitai mengisahkan, sekitar dua puluh tahun yang silam, mereka tidak pernah kekurangan makanan. Binatang banyak yang bisa diburu, dan buah-buahan banyak ditemukan di dalam hutan. Mereka cukup bekerja sejenak untuk mencari rotan dan membawanya ke desa, dan disana diganti dengan kebutuhannya seperti rokok, kopi, gula, dan yang lainnya.
“Kalau sekarang sudah sulit mencari makanan di dalam hutan. Rotan payah dicari, binatang juga sudah semakin sedikit,” ucapnya sembari memandangi bekas hutan di sekelilingnya yang kini sudah ditanami pohon kelapa sawit. Ia lalu memandangi anak-anak yang sedang main tanpa baju. Perut anak-anak itu terlihat bunci, namun tetap ceria seperti anak-anak pada umumnya.
Beberapa waktu lalu, temenggung Marituha, pemimpin kelompok orang rimba yang berada di jelutih, Kecamatan Batin XXIV, juga mengeluhkan hal yang sama dengan yang diungkapkan temenggung jelitai.  “Berburu kadang dapat kadang tidak. Buah-buahan di dalam hutan juga semakin sulit. Kalau dulu kami tidak susah dapatkan bebi (babi) di hutan ini,” ucap temenggeung Marituha saat itu.
Ditanya apa penyebab sulitnya mereka saat ini mendapatkan makanan, kedua temenggung itu sama-sama menyebut rimba (hutan) yang mereka huni sudah hampir  musnah. “Rimba kami ditebangi orang dusun dan diganti dengan tanaman sawit,” ungkap Marituha.
Menurut keduanya, hutan bagi mereka adalah pemberi kehidupan. Kerusakan hutan berarti kerusakan pada siklus kehidupan mereka, termasuk pada tradisi dan budaya yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyangnya. Rusaknya hutan berarti ancaman untuk kehidupan mereka sudah di depan mata.
“Akibat kerusakan hutan, kami menjadi sengsara. Semuanya datang menebangi hutan, dan kami dibiarkan terlantar, anak-anak kami jadi kurang makan,” tambah Jelitai.
Maraknya pembukaan hutan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan masyarakat pemilik modal memang telah mengubah banyak cara hidup orang rimba. Sulitnya mereka mendapatkan makanan di dalam hutan membuat beberapa diantara mereka beralih ke pasar-pasar di ibu kota kecamatan untuk meminta-minta kepada orang-orang yang ditemuinya.
“Mereka mungkin belum makan makanya ada yang pergi ke pasar minta-minta (mengemis). Dulu sewaktu masih dapatkan banyak makanan di dalam hutan, tidak ada orang kami yang mau minta-minta. Kami juga orang yang tahu malu,” tutur temenggung Jelitai.
Lantas, apa harapan mereka setelah banyak hutan tempat mereka bermukim diubah wajah menjadi perkebunan kelapa sawit dan karet? “Jangan habisi hutan kami, sebab itulah tempat tinggal kami, dan tempat kami mencari makanan yang sesungguhnya,” ungkapnya.
Matahari telah lewat dari atas kepala melangkahkan kaki meninggalkan temenggung jelitai bersama kelompoknya. Temenggung mungkin sedang berharap curahan hatinya didengarkan oleh banyak orang, termasuk raja yang pernah mereka pilih, dan raja yang akan mereka pilih dihari yang akan datang.
Labels: hutan, sosial

Thanks for reading Mendengarkan Curahan Hati Orang Rimba. Please share...!

0 Comment for "Mendengarkan Curahan Hati Orang Rimba"

Back To Top