milenialnews.web.id merupakan portal yang dihadirkan untuk melengkapi kebutuhan informasimasyarakat

Search This Blog

Pasar Tembesi, Tanah Perjuangan yang Terlupakan

Bangunan bersejarah di Pasar Tembesi
Ada satu istilah Sang Proklamator Bung Karno yang begitu mengena dan selalu diingat  bangsa ini. Jas merah yang bermakna jangan sekali-kali melupakan sejarah. Salah satu tempat sejarah perjuangan bangsa yang tak boleh dilupakan adalah  Kelurahan Pasar Tembesi, Kecamatan Muara Tembesi, Batanghari. 

MATAHARI  tepat di atas kepala ketika Tribun tiba di daerah yang berjarak sekitar 20 kilometer dari ibukota kabupaten, Muara Bulian. Nuansa tempo dulu mulai terasa ketika mulai masuk sekitar satu kilometer menuju tempat itu. Jalan menuju tempat itu dulunya merupakan jalan lintas Sumatra, namun kini jalan itu sudah dialihkan. Bus tak lagi melintasi daerah itu. 

 
Bangunan-bangunan tua dengan mudah ditemukan di sana. Bangunan tersebut berupa rumah, kantor, dan sebuah benteng. Namun tempat yang oleh masyarakat disebut benteng itu bukan seperti bangunan benteng pada umumnya, yang dilengkapi dengan meriam dan tempat untuk membidik musuh.
 

Bachtiar (91), seorang pelaku sejarah yang hingga kini bermukim di kelurahan itu menceritakan, benteng itu dulunya merupakan markas besar tentara Belanda. Ada satu kompi pasukan yang ditugaskan Belanda di bangunan berbentuk segi empat. 

"Saya dulu masih melihat tentara Belanda bertugas di sana, dan merasakan bagaimana hidup pada masa penjajahan,” katanya kepada Tribun, Selasa (18/5). Ia menyebut benteng yang menghadap ke Sungai Batang Tembesi itu dulunya menjadi tempat yang paling megah dan paling besar di sekitar wilayah itu.
 

Bukan hanya Belanda, pasukan Jepang pun pernah tinggal di benteng ini. Namun Jepang tidak bertahan lama. Begitu Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 tentara Jepang pun mundur tanpa tersisa satu pun. Namun tak lama setelah itu, Belanda melalui Agresi Militer II kembali masuk ke Pasar Tembesi. 

"Benteng itu kembali dikuasai tentara Belanda, mereka mengusir tentara keamanan rakyat (kini TNI) yang mengisinya saat Jepang pergi,” ungkapnya.
 

Berbagai upaya diplomatik yang dilakukan pemimpin negara pada saat itu membuahkan hasil. Pasar Tembesi dikembalikan kepada Indonesia oleh Belanda. "Saat itu tahun 1949. Bung Hatta datang ke Pasar Tembesi ini untuk menerima penyerahan kedaulatan dari Belanda,” ucap pensiunan PNS yang sudah punya 62 cucu dan 23 cicit itu. 
 
Kenangan atas kedatangan Bung Hatta itu masih terus membekas di dalam ingatannya. "Itu kenangan yang tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat di sini, terutama yang melihatnya langsung,” ujarnya.
Wakil presiden pertama Indonesia itu, katanya, tiba di Pasar Muara Tembesi pada hari Jumat pagi. Ia tidak ingat lagi tanggal dan bulannya. 


Mendengar Bung Hatta akan datang, warga  berkumpul dan siap-siap menyambut kedatangannya. Mereka terus menunggu, padahal Bung Hatta sudah berada di tengah-tengah warga yang menunggu sedari pagi itu.  

"Dia (Hatta) tanya, kalian sedang menunggu siapa? Warga yang berkumpul menjawab menunggu Bung Hatta. Mereka baru tahu yang bicara dengan mereka itulah yang mereka tunggu-tunggu setelah seorang yang sudah mengenalnya langsung memeluk dan menyalaminya. Semua yang disitu sangat terkejut,” tutur pria yang masih tampak bugar di usianya yang sudah senja itu.

Mohamammad  Hatta lalu menemui pimpinan militer yang betugas di Kawedanan Muara Tembesi, dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah kontrouler.  Pasar Tembesi ini dulu menjadi pusat pemerintahan, yang ruang lingkupnya sangat luas,"  ujarnya. 

Penyerahan kedaulatan itu dilaksanakan dalam sebuah upacara yang dilaksanakan di kawedanan. Tempat itu masih terlihat utuh, dan kini digunakan sebagai kantor lembaga perwakilan masyarakat (LPM).  Penyerahan kedaulatan Indonesia atas Pulau Sumatra dilaksanakan di sini. Ini tempat yang sangat bersejarah,” sebut Bachtiar. 


Namun tempat penyerahan kedaulatan negara, yang memiliki nilai historis yang sangat tinggi itu jauh dari kesan dipelihara. Bangunan yang terbuat dari kayu jenis tembesi, yang terkenal sangat kuat itu, seperti terasing di tengah era gedung-gedung tingkat. Tidak ada pemugara, jauh dari perawatan. 


Bachtiar menyebut, suatu kali legiun veteran Jambi mengunjungi tempat yang sangat dibanggakannya karena menjadi saksi bisu perjuangan itu. Apa kata legiun veteran melihat kondisi itu?  Mereka hanya bisa menangis melihat kondisi bangunan-bangunan ini. Saya kira semua bisa tahu mengapa mereka harus menangis setelah melihat kondisi bangunan itu,” ucap ayah 14 orang anak itu. (suang sitanggang)


Link: http://jambi.tribunnews.com/2011/05/20/pasar-tembesi-kebanggan-bung-hatta
Labels: sejarah

Thanks for reading Pasar Tembesi, Tanah Perjuangan yang Terlupakan. Please share...!

0 Comment for "Pasar Tembesi, Tanah Perjuangan yang Terlupakan"

Back To Top